Khutbah Idul Adha: Hikmah Disyariatkannya Kurban
Khutbah Idul Adha: Hikmah Disyariatkannya Kurban disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. yang disiarkan dari Halaman Parkir Masjid Muadz Bin Jabal, Kavling Bulog Bojongkulur Ahad, 10 Dzulhijjah 1443 H / 10 Juli 2022 M.
Khutbah Pertama: Hikmah Disyariatkannya Kurban
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan pada setiap umat sembelihan agar mereka mengingat Allah ‘Azza wa Jalla terhadap nikmat yang Allah berikan berupa hewan-hewan ternak itu. Allah Ta’ala berfirman:
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنسَكًا لِّيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ ۗ فَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا ۗ وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ
“Dan setiap umat itu Kami telah jadikan sembelihan, agar mereka menyebut nama Allah saat mereka menyembelih hewan-hewan tersebut terhadap rezeki yang telah Allah berikan kepada mereka tersebut, maka Ilah kalian adalah Ilah yang satu, maka hendaklah kalian menyerahkan diri hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala saja. Dan berikan kabar gembira orang-orang yang tawadhu’ kepada Rabbnya.” (QS. Al-Hajj[22]: 34)
Inilah saudaraku sekalian sembelihan yang telah Allah sebutkan dalam Al-Qur’an sebagai sebuah sembelihan yang agung. Ketika Nabi Ibrahim ‘Alaihish Shalatu was Salam diperintahkan untuk menyembelih anaknya yang bernama Ismail. Dan Ismail pun menyerahkan dirinya kepada Allah ‘Azza wa Jalla, mengikuti kehendak Allah, dan Nabi Ibrahim pun pasrah. Ketika Nabi Ibrahim hendak menyembelih anaknya, maka Allah gantikan dengan sembelihan yang agung. Allah berfirman:
وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ
“Maka Kami pun gantikan dengan sembelihan yang agung.” (QS. As-Saffat[37]: 107)
Inilah sembelihan yang agung yang kita persembahkan untuk Allah ‘Azza wa Jalla. Sebuah sembelihan yang merupakan ibadah yang agung di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena setiap mukmin memproklamirkan dirinya, bahwa semua kehidupannya untuk Allah. Allah berfirman:
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam saja.`” (QS. Al-An’am[6]: 162)
Saudaraku.. Sesungguhnya di dalam sembelihan ini terdapat banyak sekali faedah yang bisa kita petik.
1. Binatang ternak adalah milik Allah
Yang pertama, bahwa sesungguhnya hewan yang Allah ciptakan ini berupa binatang-binatang ternak adalah milik Allah dan hanya boleh dipersembahkan hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala saja, tidak kepada selain Allah ‘Azza wa Jalla. Oleh karena itulah Allah menyebutkan:
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنسَكًا لِّيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ ۗ فَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ …
“Disetiap umat Allah jadikan sembelihan agar mereka mau mengingat Allah atas rezeki yang Allah berikan kepada mereka tersebut. Ilah kalian hanyalah Ilah yang satu saja…” (QS. Al-Hajj[22]: 34)
Artinya kewajiban kalian menyembelih hewan-hewan itu hanya untuk Allah, bukan untuk selain Allah. Maka siapapun yang menyembelih hewan-hewan itu untuk selain Allah seperti untuk lautan, untuk gunung-gunung atau untuk selain Allah yang ia persembahkan kepada selain Allah, maka sungguh ia telah berbuat syirik, sungguh ia telah memalingkan ibadah kepada selain Allah ‘Azza wa Jalla.
Berapa banyak di negeri ini yang KTP-nya Islam ternyata mereka membuat sesaji-sesaji itu. Mereka menyembelih ayam, mereka menyembelih kambing, mereka menyembelih kerbau, lalu mereka persembahkan untuk selain Allah ‘Azza wa Jalla. Sungguh ini adalah kesyirikan yang Allah tidak pernah ridha Dirinya dipersekutukan.
Binatang-binatang itu milik Allah, maka persembahkan hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala saja. Oleh karena itu hakikat sembelihan adalah simbol dari tauhidullah ‘Azza wa Jalla. Karena sesungguhnya menyembelih itu ibadah, saudaraku.
Yang diinginkan dari ibadah kurban adalah ibadah menyembelihnya. Dan sembelihan itu hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala saja, dan wajib menyebut nama Allah Subhanahu wa Ta’ala saja.
2. Menyembelih adalah syiar Allah
Sesungguhnya menyembelih adalah merupakan syiar Allah yang agung. Udhiyah yang kita sembelih ketika hari raya kurban adalah merupakan شَعَائِرَ اللَّهِ (syiar-syiar Allah Subhanahu wa Ta’ala) yang harus kita agungkan. Dan orang yang mengagungkan syiar-syiar Allah menunjukkan ketakwaan hatinya kepada Allah. Allah berfirman:
ذَٰلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى الْقُلُوبِ
“Demikianlah siapapun yang mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu berasal dan ketakwaan hatinya.” (QS. Al-Hajj[22]: 34)
Orang yang bertakwa kepada Allah, yang takut kepada Allah, yang mengagungkan Allah, mentauhidkan Allah, ia akan agungkan syiar-syiar Allah ‘Azza wa Jalla tersebut.
Hanya orang-orang yang tidak beriman yang tidak mengagungkan syiar Allah ini. Mereka menyebut katanya sembelihan kurban hakekatnya adalah sebuah penyiksaan terhadap hewan. Mereka menganggap ini adalah merupakan kekejaman. Sungguh mereka mengucapkan itu akibat mereka tidak ada ketakwaan hatinya kepada Allah. Mereka tidak sadar dan tidak pernah mau menyadari bahwasanya kita semua hamba Allah.
Hewan-hewan itu milik Allah. Allah pun menurunkan syariatNya kepada kita. Kewajiban hamba untuk menaati Allah, kewajiban hamba untuk berkata sami’na wa atha’na (kami mendengar dan kami taat kepada Allah ‘Azza wa Jalla.”
Ini syiar Allah yang agung, saudaraku. Maka seorang yang bertakwa kepada Allah, yang menginginkan surgaNya, maka ia takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan mengagungkan syiar-syiar ini.
3. Melatih ketakwaan
Sesungguhnya sembelihan yang kita sembelih itu, yang sampai kepada Allah bukan dagingnya, bukan pula darahnya. Yang sampai kepada Allah keikhlasan kita dan kesesuaian kita terhadap sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Oleh karena itu Allah mengatakan:
لَن يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَٰكِن يَنَالُهُ التَّقْوَىٰ مِنكُمْ…
“Tidak akan sampai kepada Allah daging-daging hewan kurban itu, tidak pula darah-darahnya, akan tetapi yang sampai kepada Allah ketakwaan (keikhlasan) hati kalian.” (QS. Al-Hajj[22]: 37)
Keikhlasan kalian ketika berusaha untuk tunduk kepada Allah menjalankan syariatNya, mengeluarkan sedikit harta untuk membeli hewan kurban karena mengharapkan pahala di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan kita berusaha menccontoh syariat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Maka itulah ketakwaan hati, itulah yang akan sampai kepada Allah.
Saudaraku seiman.. Ini memberikan kepada kita hakikat takwa. Bahwa takwa itu hakikatnya adalah menjalankan perintahNya, menjauhi laranganNya, mengagungkan syariatNya, senantiasa mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah, memurnikan ibadah hanya untuk Allah ‘Azza wa Jalla. Inilah agama kita yang mulia, yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul.
4. Wujud syukur kepada Allah
Bahwasanya Allah memberikan kepada kita hewan-hewan tersebut agar kita bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman:
كَذَٰلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Demikianlah Kami tundukkan hewan-hewan itu untuk kalian agar kalian menjadi orang-orang yang bersyukur kepada Allah.” (QS. Al-Hajj[22]: 36)
Bersyukur kepada Allah dengan mempersembahkan hewan ini hanya untuk Allah, bersyukur kepada Allah dengan membesarkan Allah ‘Azza wa Jalla dan menjadikan sembelihan kita untuk Allah ‘Azza wa Jalla.
Allah berfirman juga dalam ayat selanjutnya:
كَذَٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ
“Demikianlah Kami jadikan hewan-hewan binatang ternak itu Kami tundukkan untuk kalian (wahai manusia) agar kalian membesarkan Allah atas hidayah yang Allah berikan kepada kalian tersebut. Maka berikan kabar gembira untuk orang-orang yang berbuat Ihsan itu.” (QS. Al-Hajj[22]: 37)
Maka kita menyebut nama Allah dan membesarkan Allah di hari ini. Kita memperbanyak takbir الله أكبر على ما هدانا (Allah yang paling besar atas hidayah yang telah Allah berikan kepada kita). Maka besarkanlah Allah dengan hati-hati kita. Jangan sebatas besarkan Allah dengan lisan-lisan kita. Tapi besarkan Allah dengan hati-hati kita. Dan orang yang membesarkan Allah akan membesarkan syariatNya, dia akan menangguhkan perintahNya, dia akan mengagungkan laranganNya, dia akan mengagungkan ayat-ayatNya, dia akan senantiasa berusaha menjaga shalatnya, dia berusaha sekuat tenaga bagaimana ia menjadi hamba yang betul-betul patuh kepada Allah, yang menghambakan dirinya.
Sifat Orang Yang Mukhbit
Oleh karena itu Allah mengatakan:
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنسَكًا لِّيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ ۗ فَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا ۗ وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ
Siapakah orang-orang yang mukhbitin yang disebutkan dalam ayat tersebut, setelah Allah menyebutkan bahwa setiap umat Allah jadikan sembelihan yang agung? Lalu Allah menyatakan bahwasanya Ilah yang satu hanyalah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah perintahkan kita hanya untuk Islam (menyerahkan dirinya) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Lalu Allah mengatakan: “Berikan kabar gembira kepada orang-orang yang mukhbit itu.
Siapa orang-orang yang mukhbit?
Takut kepada Allah
Allah menyebutkan:
الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَالصَّابِرِينَ عَلَىٰ مَا أَصَابَهُمْ وَالْمُقِيمِي الصَّلَاةِ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ
“Yaitu orang-orang yang apabila disebutkan nama Allah, maka takutlah hati mereka kepada Allah…” (QS. Al-Hajj[22]: 35)
Orang yang mengagungkan Allah, ketika mendengar nama Allah, hatinya pasti takut. Sedangkan orang yang tidak mengagungkan Allah ketika mendengar nama Allah dia tidak akan takut.
Oleh karena itulah orang-orang yang shalatnya khusyuk, maka kekhusyukan hati itu akibat dia mengagungkan Allah. Lihatlah ketika kita shalat kita mulai dengan takbir, ketika berpindah pun kita berkata “Allahu akbar”
Shalat yang kita lakukan berapa banyak takbir yang kita ucapkan, saudaraku? Kenapa kita disyariatkan bertakbir? Di antara hikmahnya agar kita mengagungkan dan membesarkan Allah. Disitulah akan tumbuh kekhusyukan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَالصَّابِرِينَ عَلَىٰ مَا أَصَابَهُمْ وَالْمُقِيمِي الصَّلَاةِ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ
“Yaitu orang-orang yang apabila disebutkan nama Allah hati mereka menjadi takut, dan merekapun sabar terhadap musibah yang menimpa mereka…”
Karena setiap muslim tidak mungkin lepas dari musibah. Musibah itu sesuatu yang pasti menimpa setiap orang yang mengatakan “Saya beriman.” Allah berfirman:
الم ﴿١﴾ أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ ﴿٢﴾ وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ ۖ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ ﴿٣﴾
“Alif laam miim. Apakah manusia mengira akan dibiarkan berkata ‘kami beriman’ sementara ia tidak diuji? Sungguh Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka. Dengan ujian itu Kami tahu siapa yang jujur imannya dan siapa yang dusta imannya.” (QS. Al-‘Ankabut[29]: 1-3)
Dan orang yang Allah cintai pasti diberikan oleh Allah musibah. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُصِبْ مِنْهُ
“Siapa yang Allah inginkan kebaikan untuknya, Allah akan berikan musibah dalam hidupnya.” (HR. Bukhari)
Karena hakikat musibah itu menggugurkan dosa-dosa dan mengangkat derajat. Hakikat musibah itu menempa kesabaran dan keimanan kepada Allah.
Menegakkan shalat
Lalu Allah mengatakan:
وَالْمُقِيمِي الصَّلَاةِ
“Yaitu orang yang menegakkan shalat.”
Orang yang menjaga shalatnya, berusaha sekuat untuk segera pergi shalat ketika datang waktu shalat. Dia menjadikan shalat sebagai pelipur laranya sebagaimana dahulu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Imam Abu Dawud meriwayatkan:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا حَزَبَهُ أَمْرٌ صَلَّى
“Adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam apabila ditimpa perkara yang susah segera beliau shalat.” (HR. Abu Dawud)
Beliau mempraktekkan firman Allah:
وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ…
“Minta bantuanlah kepada sabar dan shalat…” (QS. Al-Baqarah[2]: 45)
Maka orang yang beriman, shalat itu baginya adalah tempat terindah dan waktu-waktu yang sangat ia tunggu. Karena keindahan bermunajat kepada Allah tidak bisa dibandingkan dengan bermunajat dengan manusia.
Menginfakkan sebagian rezekinya
وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ
“Dan mereka menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka.”
Mereka jadikan harta yang mereka miliki sebagai jalan menuju surga, mencari keridhaan Rabbnya. Mereka sisihkan sebagian harta itu untuk dijalan Allah. Harta tidak membelit hati mereka, harta tidak membuat mereka pelit, harta justru membuat mereka berfikir bagaimana meringankan hisab harta ini dihari kiamat nanti.
Khutbah Kedua: Hikmah Disyariatkannya Kurban
Inilah kita dihari yang mulia ini kita agungkan Allah ‘Azza wa Jalla. Kita menyembelih hewan kurban kita, dan kita bersyukur atas nikmat yang Allah berikan kepada kita, dengan kita makan sebagian dari hewan tersebut, dan kita berikan makan kepada fakir miskin yang membutuhkannya.
Inilah hewan kurban, saudaraku sekalian.. sebagai sebuah bukti bahwa kita memang mencintai Allah dan beriman kepada Allah. Kita korbankan sedikit harta demi mendapatkan keridhaanNya. Maka sungguh merasa aneh kepada orang yang tidak mau berkurban untuk Allah sementara ia berkata bahwasannya dirinya beriman. Padahal keimanan membutuhkan pengorbanan. Kita korbankan sebagian harta, kita korbankan sebagian waktu kita, kita korbankan diri kita untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala demi untuk mendapatkan surgaNya yang agung.
Kita jalankan syariat Allah dengan penuh rasa gembira, kita mendatangi shalat dengan penuh rasa senang, kita berusaha melaksanakan perintah-perintah Allah dengan penuh rasa gembira di hati kita. Kita yakin bahwa itulah yang terbaik untuk kita. Karena kita adalah hamba-hamba Allah, maka hambakan diri kita kepada Allah, jangan hambakan diri kita kepada harta, jangan hambakan diri kita kepada selain Allah, kepada dudukan dan yang lainnya. Tapi kita hamba Allah, maka menjadilah hamba Allah yang sejati.
Download MP3 Khutbah Idul Adha: Hikmah Disyariatkannya Kurban
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/51900-khutbah-idul-adha-hikmah-disyariatkannya-kurban/